BagusNews.Co– Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membangun konsolidasi nasional bersama jajaran perangkat daerah, khususnya Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) se-Indonesia menjelang pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
Konsolidasi tersebut dilakukan saat Rapat Koordinasi (Rakor) Sinergi Pelaksanaan Program Kegiatan Bidang Politik dan Pemerintahan Umum, dengan tema Kewaspadaan Nasional Menjelang Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024, di Hotel Novotel Balikpapan selama dua hari, 20-21 Februari 2023.
Selaku narasumber rakor, Direktur Politik Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri Yuda Agustiawan mengatakan, berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu 2024 ada tiga poin yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam arahannya di Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tanggal 16 Agustus 2022.
Arahan itu di antaranya jangan ada lagi politik identitas, jangan ada lagi polarisasi agama, dan jangan ada lagi polarisasi sosial.
Selain tantangan yang diungkap Presiden, Yuda melanjutkan tantangan lain dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Hal tersebut terkait residu Pemilu tahun 2019, kondisi geografis Indonesia, terjadinya irisan tahapan Pemilu dan Pilkada, kompleksitas pengelolaan logistik, adanya peralihan penjabat, adanya Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua, hingga potensi masih adanya pandemi Covid-19.
“Itu semuanya nyangkut nanti, baik menjelang Pemilu, menjelang Pilkada, selama Pemilu, selama Pilkada sama pasca-nya. Kita akan kerja keras dan panjang nantinya. Oleh karena itu, kita butuh kesiapan yang panjang juga,” kata Yuda, dalam rilis Puspen Kemendagri yang diterima BagusNews.Co, Selasa, 21 Februari 2023.
Narasumber lainnya, Direktur Operasi Keamanan dan Pengendalian Informasi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Satryo Suryantoro mengajak masyarakat agar mewaspadai potensi serangan siber di tahun politik.
Di antaranya, serangan bersifat teknis yang menyerang lapisan jaringan logika melalui metode teknis yang instrusif, dengan tujuan mendapatkan akses ilegal ke dalam sistem elektronik yang terdiri atas jaringan, server, database, dan aplikasi pihak sasaran untuk menghancurkan, mengubah, mencuri, dan memasukkan data.
“Jenis serangannya seperti apa? Banyak sekali Bapak/Ibu, ada web defacement, malware attack, dan lain-lainnya. Ini adalah jenis-jenis serangan bersifat teknis yang terkait dengan cyber security, keamanan siber,” beber Satryo.
Dia juga menerangkan serangan bersifat sosial. Ini dilakukan dengan menyerang persona/manusia melalui lapisan jaringan logika menggunakan informasi yang telah direkayasa untuk memengaruhi ide, pilihan, pendapat, emosi, dan tingkah laku.
“Termasuk memengaruhi opini, dan motivasi sehingga mengubah cara pikir, sistem kepercayaan, dan perilaku manusia,” urainya.
Sementara itu, Paban Utama A-2 Direktorat A Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Zeni Djunaidi menyampaikan terkait deteksi dini dan cegah dini keamanan nasional menjelang pesta demokrasi tahun 2024 mendatang. Dia memaparkan, tren aktual yang terjadi di Indonesia, yaitu pergerakan kelompok radikal dan fundamentalis yang masih cukup dinamis.
Dia menambahkan, polemik penolakan pembangunan rumah ibadah juga rentan dieksploitasi dan menimbulkan polarisasi. Karena itu, perlu adanya sinergisi sebagai aparat pemerintah negara yang tegak lurus satu komando.
“Bagaimana menemukan permasalahan sehingga kita bisa mendeteksi serta mencegah dini setiap permasalahan yang ada di wilayah kita,” pungkasnya.
Senada dengan itu, Direktur Pengamanan Aparatur Negara Badan Intelijen Negara (BIN) Antonius menambahkan pula terkait ancaman lain di bidang ideologi. Dia menjelaskan, jenis kewaspadaan lain yang bisa menjadi ancaman penyelenggaraan pemerintahan, yaitu terkait radikalisme di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
Antonius menekankan ASN agar sadar akan ancaman radikalisme tersebut. Apalagi, propaganda dan indoktrinasi sudah memanfaatkan internet sehingga banyak terjadi fenomena self-radicalization dan aksi terorisme lone wolf.
“ASN ini kasarannya makan, mendapat fasilitas dari negara, tapi kok ya bisa gitu, kemudian mulai menentang negara, tidak puas, hate speech. Nanti kemudian juga menentang Pancasila. Ya, mungkin karena tadi, peran struktural dan fungsional tidak diperankan,” ungkapnya. (Redaksi/Dwi)