Home / Daerah / Nasional

Sabtu, 17 Juni 2023 - 13:53 WIB

Orasi Bonnie Triyana di Festival Seni Multatuli : Lawan Perilaku Kolonial

BagusNews.Co – Sejarawan dan inisiator Festival Seni Multatuli Rangkasbitung Bonnie Triyana mengungkapkan masih terdapat perilaku kolonialitas yang melekat di tengah kehidupan masyarakat Indonesia, tidak terkecuali di Provinsi Banten.

“Meskipun kolonialisme sudah berakhir seiring hengkangnya kekuasaan Belanda di Indonesia, tapi perilaku tersebut masih membelenggu dalam kehidupan sehari-hari,” kata Bonnie saat menyampaikan pidato kebudayaan dihadapan ratusan warga yang menghadiri Festival Seni Multatuli di Pendopo Museum Multatuli, Jumat malam, 16 Juni 2023.

Ia melanjutkan, Indonesia merdeka lebih dari 70 tahun namun perilaku kolonial masih saja lestari di bumi pertiwi. Semua perilaku kolonial harus dilawan karena menjadi penghambat terwujudnya cita-cita kemerdekaan.

“Kolonialitas sebagai sebuah konsep untuk menggambarkan dampak sosial, budaya, dan epistemik dari kolonialisme masih bisa kita kenali hingga hari ini, mengacu pada cara-cara warisan kolonial yang berdampak pada sistem budaya dan sosial serta pengetahuan dan produksinya,” bebernya.

Dalam catatan Bonnie, paling tidak ada sepuluh hal dalam kehidupan sehari-hari yang masih terwarisi dampak kolonialisme diberbagai bidang.

Di sektor pendidikan, misalnya. Pemerintah kolonial menyediakan pendidikan tidak untuk semua golongan, melainkan hanya kepada kaum bangsawan yang semenjak kedatangan kolonialisme ke Indonesia, menjadi rekan sejawat dalam memerintah negeri ini.

“Hanya golongan elit yang mampu mengakses pendidikan bermutu tinggi tersebut hari ini, sebagaimana golongan bangsawan di masa lalu,” jelasnya.

Bidang lain yang masih terwarisi kolonialisme adalah berlangsungnya feodalisme sebagai hal paling erat di sistem politik Indonesia. Sejak terbentuknya VOC pada 1602 mulai berlaku sebutan bupati yang diartikan sebagai sebutan para anggota kelompok elit yang berdinas.

Baca Juga :  Banten Belum Capai Target Pelayanan Adminduk, Kemendagri Beri Waktu Hingga Akhir Tahun 2023

“Mereka dipilih atas hubungan darah, keturunan , dan banyaknya pemberian upeti. Bahkan cara kerja pemilihan ini dibuat oleh petinggi pribumi, sedangkan Gubernur VOC tidak tahu,” ungkapnya.

Ternyata feodalisme memang berangkat dari pribumi sendiri, yang memiliki keistimewaan atas kekayaan yang dimiliki.

“Mereka dipilih atas dasar kepemilikannya, bukan seberapa bagus kinerjanya,” tuturnya.

Sementara itu Adipati memiliki tugas untuk memantau kegiatan masyarakat dalam sektor agraris dan pemberian upeti. Bahkan mereka juga mengumpulkan upeti dari masyarakatnya. Selain itu, jabatan-jabatan terendah seperti kepala distrik diwajibkan untuk memberikan hadiah kepada atasannya agar jabatannya bisa bertahan.

“Pemberian hak istimewa kepada mereka tidak sepadan dengan kinerja yang dilakukannya. Hal ini memiliki pola yang sama pada saat ini, dengan nuansa feodalisme gaya baru yang hari ini praktiknya bisa kita lihat berkelindan dalam praktik demokrasi elektoral,” paparnya.

Bonnie juga menyoroti sektor kesehatan yang sejak zaman Belanda banyak warga belum terpenuhi kebutuhan dasar gizinya. Hal itu mengakibatkan kekurangan gizi dan bertendensi pada stunting yang menjadikan tumbuh kembang anak terhambat.

Demikian halnya dengan diskriminasi rasial yang secara formal sejak 1812 merancang aturan melalui lewat kesepakatan Belanda dan kesultanan untuk melindungi orang Tionghoa dan melahirkan banyak masalah.

Baca Juga :  Deni Hermawan Jadi Plt Kepala Bapenda

Belanda juga menganggap orang Jawa sebagai orang yang mendalami sejarah, tetapi tertinggal dalam segi perkembangan ilmiah lewat “mitos pemalas”.

Trauma terhadap paham kiri dan kanan juga jadi hal lain yang disorot Bonnie. Kekerasan sering dilazimkan sebagai resolusi saat merespon segala hal yang terjadi di status quo. Bonnie tegas menolak mitos buruh pemalas.

“Jadi mitosnya, kalau gaji buruh dinaikkan, maka akan semakin malas bekerja,” urai Bonnie.

Selain itu, Bonnie juga memberikan kritik terhadap praktik stratifikasi sosial dan menyebabkan diskriminasi terhadap kelas bawah.

Bonnie ikut mengecam patriarki dalam politik. Kolonialisme merangkul feodalisme yang melestarikan sistem patriarkis yang cara kerjanya masih berlaku hingga hari ini.

“Jabatan-jabatan tertinggi terus diisi oleh pihak yang kuat dan mempunyai hak istimewa sedari awal. Ketika mereka sudah berada di strata atas, maka dengan mudahnya membuat kebijakan yang bisa menyengsarakan kelas bawah. Seperti pungutan liar dalam sekolah, setoran atau pemberian hadiah kepada atasan, dan gratifikasi,” ungkapnya.

Diakhir pidatonya, Bonnie menyorot apartheid dalam pembangunan kota. Bukan rahasia lagi jika pengembang perumahan kelas menengah atas mampu menghadirkan berbagai fasilitas umum dan sosial bagi warganya.

“Jauh lebih baik dari warga yang tinggal di perkampungan tanpa kehadiran berbagai fasilitas, sebagaimana yang dinikmati oleh mereka yang hidup di dalam komplek perumahan elit,” pungkas Bonnie. (Red/Dwi)

Share :

Baca Juga

Daerah

Jelang Kampanye Pemilu 2024, Bawaslu Banten Gelar Apel Siaga Pengawasan

Daerah

Ada 12 Palang Pintu Kereta Api Baru di Kota Cilegon, DJKA: Patut Dicontoh

Daerah

Bapenda Banten Soroti Capaian Realisasi Pendapatan Pada 2 UPTD Samsat

Daerah

Yedi Rahmat Masih Kukuh, Mobil Dinas Mantan Walikota Syafrudin Harus Dikembalikan

Daerah

Pemprov Banten Salurkan Bansos di Kota Tangsel

Daerah

Dorong Program Kuliah Gratis, Gen Banten: Solusi Mengurangi Angka Pengangguran

Daerah

Pemprov Banten Raih Piagam Penghargaan Peduli HAM

Daerah

Indonesia Batal Menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U20, Berikut Penjelasan FIFA