BagusNews.Co – Camat Carenang Arif Roikhan mengambil langkah inovatif dengan memanfaatkan lahan tak terpakai milik pemerintah untuk mengembangkan kolam bioflok.
Eksistensi kolam dengan sistem bioflok milik Arif ini berawal dari upaya mengatasi tantangan yang dihadapi selama pandemi Covid-19 pada 2022 silam, tiga bulan pasca dirinya dilantik sebagai Camat Carenang.
Arif berinisiatif menciptakan kolam dengan sistem bioflok yang tidak hanya memberikan contoh bagi masyarakat, tetapi juga menghasilkan keuntungan.
“Bahwa sesuatu itu ada nilainya dan ada harganya yang penting tidak perlu capai-capai, tapi menghasilkan cuan,” ujar Arif kepada wartawan di lokasi kolam bioflok miliknya pada Selasa, 11 Maret 2025.
Dengan semangat ini, ia menyadari bahwa mengandalkan anggaran dari pemerintah daerah tidaklah cukup, terutama di tengah keterbatasan pasca Covid-19.
“Saya tidak bisa menggantungkan anggaran dari pemda,” tuturnya mengungkapkan tekadnya dalam membangun ketahanan pangan di masyarakat.
Arif mengungkapkan bahwa tugas pemimpin itu hanya tiga, yaitu pemimpin itu mau harus belajar, yang kedua harus memberikan contoh, dan yang ketiga mau berkorban.
Melalui praktik langsung, Arif mengajak masyarakat untuk melihat hasil panen ikan nila yang diperoleh dari kolam bioflok.
“Setelah panen, kita undang masyarakat, kita sampaikan kepada masyarakat, inilah ada panennya, kita kasih sedikit-sedikit rasanya enak loh ikan nila itu dan hasil bioflok ini banyak dicontoh juga oleh desa-desa,” ujarnya.
Awalnya, tutur Arif, lahan yang digunakan untuk kolam ini adalah lahan tidak produktif yang sebelumnya dipenuhi sampah.
“Waktu saya tugas di sini, lahan ini bergerak saat diinjak, ternyata setelah saya buka, isinya sampah Pampers semua,” kenangnya.
Berkat upayanya membersihkan lahan tersebut, kini telah menghasilkan panen yang menggembirakan, bahkan Bupati telah hadir tiga kali untuk melihat hasilnya.
“Direktur dari Kemendes RI juga datang ke sini untuk menyampaikan cara budi daya bioflok dan itu akan dicontoh di desa-desa se-Indonesia,” ungkapnya.
Dalam praktik pembibitan, Arif menemukan cara untuk memproduksi bibit ikan sendiri, mengurangi ketergantungan pada penyedia luar.
“Dulu saya mencari bibitnya dari Subang, Purwakarta dan tingkat kematian tinggi karena transportasi jauh,” jelasnya.
Namun, kini ia mampu memproduksi bibit dengan tingkat kematian yang sangat rendah, hanya satu dari 2.000 ekor yang mati saat ini.
Dengan 11 kolam yang dibiayai mandiri, Arif menjelaskan bahwa setiap kolam dapat menghasilkan hingga 5 kwintal ikan.
“Kalau di pasaran bisa sampai Rp45 ribu, karena kita jualnya borongan kepada tengkulak,” katanya.
Permintaan pasar di Kabupaten Serang mencapai 2 ton per hari, tetapi mereka belum dapat memenuhi semua permintaan tersebut.
Melalui upaya ini, Arif berharap dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi desa-desa lain.
“Untuk kelompok yang sudah membuat bioflok sendiri kurang lebih ada 5 desa seperti Desa Walikukun, Pamanuk, Panenjoan, Mandaya, dan Desa Teras,” tutupnya. (Red/Dwi)