oleh Dewi Hartini
Transformasi demokrasi negara kita akan memasuki fase kematangan yang mencapai sempurna, ditandai dengan pemilihan umum yang akan dilaksanakan secara serentak pada tahun 2024. Meskipun dinamika dalam perumusan konsep kepemiluan masih menjadi diskursus yang perlu ditelaah secara kritis pada konteks substansi pemilihan umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Pemilu sebagai wujud sistem demokrasi negara kita tertuang berdasarkan UUD 1945 pasal 1 ayat (2) “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan melalui undang-undang dasar”. Selain itu, wujud nyata Indonesia sebagai negara demokrasi juga bisa dilihat pada Pasal 6A yang mengatur mengenai pemilihan Presiden dan wakil presiden secara langsung, Pasal 18 Ayat (3) dan (4) yang mengatur mengenai pemilihan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Penegasan Demokrasi juga bisa dilihat pada Pasal, 19 Ayat (3) UUD 1945 yang mengatur mengenai pemilihan umum anggota DPR, Pasal 22C Ayat (1) pemilihan umum untuk anggota DPD. Bahkan, UUD 1945 setetah perubahan, mengatur dalam satu bab tersendiri, yakni Bab VIIB tentang Pemilihan Umum yang memuat Pasal 22E dengan 6 ayat.
Penegasan tersebut dimaksudkan untuk tebih meneguhkan dan menguatkan komitmen Indonesia sebagai sebuah negara yang menganut asas demokrasi dalam menjalankan roda kenegaraan.
Cerminan nyata Indonesia sebagai negara demokrasi juga bisa dilihat pada Pasal 6A yang mengatur mengenai pemilihan Presiden dan wakil presiden secara langsung, Pasal 18 Ayat (3) dan (4) yang mengatur mengenai pemilihan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Penegasan Demokrasi juga bisa dilihat pada Pasal, 19 Ayat (3) UUD 1945 yang mengatur mengenai pemilihan umum anggota DPR, Pasal 22C Ayat (1) pemilihan umum untuk anggota DPD. Bahkan, UUD 1945 setetah perubahan, mengatur dalam satu bab tersendiri, yakni Bab VIIB tentang Pemilihan Umum yang memuat Pasal 22E dengan 6 ayat. Penegasan tersebut dimaksudkan untuk tebih meneguhkan dan menguatkan komitmen Indonesia sebagai sebuah negara yang menganut asas demokrasi dalam menjalankan roda kenegaraan.
Dalam penyelenggaraanya, Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi payung hukum yang dianggap cukup akomodatif atas seluruh unsur kepentingan bersama dalam konsep kepemiluan.
Meskipun demikian, evaluasi pada Pemilihan Umum tahun 2019 banyak pihak yang memberikan catatan kritis atas problematika perencanaan dan pelaksanaannya, terutama aturan berkaitan mengenai kampanye penciptaan lingkungan yang baik dan sehat.
Terlebih pada Tahun 2024 juga dilaksanakannya Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur dan Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Wakil Walikota secara serentak sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Sehingga dapat dibayangkan seberapa besar akibat dampak penggunaan jenis barang dan alat kampanye yang tidak ramah linkungan, bahkan yang tidak dapat terurai dalam waktu yang singkat.
Realitas Pemilu Kita
Pemilu tak bisa dilepaskan dari atribut kampanye, pada pemilu serentak 2019 dan Pilkada serentak 2020, tidak berbeda jauh dengan pelaksanaan Pemilu/Pilkada di tahun tahun sebelumnya. Hal tersebut karena banyaknya poster, banner, baliho, stiker, dan alat peraga kampanye lainnya yang bertujuan untuk menawarkan diri baik pasangan calon presiden dan wakil presiden, seorang calon legislatif, maupun pasangan calon kepala daerah dari berbagai macam partai politik ditambah dengan janji-janji manis dalam tampilan kampanyenya.
Sarana alat peraga kampanye digunakan untuk mengenalkan calon dan program yang ditawarkan. Pemasangan atribut di sembarang tempat dan penggunaan bahan atribut yang tidak ramah lingkungan menjadi masalah klasik dalam pemilu selama ini.
Padahal, pemilu dibutuhkan agar Indonesia menjadi lebih beradab, ajang mencerdaskan masyarakat, memberi manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika selama ini asas kelestarian lingkungan belum tercantum dan menjadi dasar penyusunan UU Pemilu serta Pilkada. Hal ini menjadi salah satu sebab pelaksanaan pemilu di Indonesia kurang ramah lingkungan.
Pemilu Yang Berwawasan Lingkungan
Urgensi pelaksanaan pemilu berbasis lingkungan seharusnya digaungkan oleh seluruh elemen bangsa, khusus nya bagi pihak yang memiliki peran lebih dalam pemilu baik penyelenggara maupun peserta pemilu itu sendiri yang dapat memperhatikan aspek regulasi yang berwawasan lingkungan serta komitmen peserta pemilu yang berorientasi terhadap ramah lingkungan.
Konsep pelaksanaan pemilu yang berwawasan lingkungan sangat relevan atas pijakan konstitusi, sebagaimana Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 H ayat (1) telah mengatur setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Undang – Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang secara eksklusif mengatur penggunaan sarana hukum pidana disamping sarana hukum administratif dan perdata terkait pengelolaan lingkungan.
Maka dari itu, perlu kiranya pemerintah, DPR dan penyelenggara Pemilu duduk bersama membuat peraturan yang lebih ketat, agar dapat menciptakan keteraturan lingkungan hidup akibat pelaksanaan kampanye pada Pemilu tahun 2024 yang akan datang.
Artikel ini ditulis oleh Dewi Hartini, Alumni Untirta, dalam rangka refleksi Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2022
Banten, 5 Juni 2022