BagusNews.Co – Ketua Forum Alumni Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (FA-IMIKI) Banten Acep Helmi mengecam tindakan sewenang-wenang Yayasan dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat memecat guru honorer yang bernama Muhamad Sabil Fadhilah guru SMK Telkom Sekar Kemuning kota Cirebon. Pemecatan itu diduga ada intervensi Gubernur Jawa Barat.
Sabil yang juga bagian dari keluarga besar Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) diduga dipecat karena melakukan kritik terhadap Gubernur Jawa Barat. Kritik ia layangkan di kolom komentar instagram milik Ridwan Kamil.
“Secara kelembagaan FA-IMIKI mengecam tindakan sewenang-wenang pihak yayasan yang langsung memecat Sabil, hanya karena melakukan kritik terhadap Gubernur. Kita patut curigai bahwa keputusan itu lahir karena ada intervensi baik secara langsung maupun tidak dari Gubernur” Kata Acep, Kamis (16/23)
Kecurigaan itu kata Acep bukan tanpa alasan jika mencermati kronologi pemecatan yang sudah banyak bermunculan di media. Sabil dipecat usai Ridwan Kamil menghubungi melalui Direct Message (DM) akun instagram yayasan tempat Sabil bekerja. Meski tidak langsung memberikan instruksi pemecatan, tapi pesan Ridwan Kamil tersebut tentu punya motif.
“Seorang Gubernur menyempatkan waktu mengirimkan pesan kepada akun instagram yayasan sekolah hanya karena di kritik, ini kan menjadi pertanyaan besar nya kita sebagai masyarakat. Apa motif nya melakukan itu kalau bukan untuk menunjukan kuasanya. Dan ini berbahaya untuk Demokrasi kita” tegas Acep.
Apalagi kata Acep, kritik tersebut hanya sebatas pertanyaan seorang warga kepada Gubernur nya. Sabil bertanya soal posisi Ridwan Kamil yang saat memberikan arahan di zoom meeting di salah satu sekolah, memakai jas berwarna kuning.
“Itu kan sebenarnya sebuah pertanyaan saja, saudara Sabil bertanya posisi Ridwan Kamil saat memberikan pengarahan di zoom meeting itu posisinya sebagai apa, Kader salah satu Partai Politik kah, Sebagai Gubernur atau sebagai pribadi. Karena tidak bisa dipungkiri kalau jabatan Gubernur itu kan jabatan politis, jadi segala macam simbol punya makna tertentu, sedangkan dunia pendidikan sendiri harus terbebas dari politik praktis, saya rasa itu pertanyaan yang wajar” jelas Acep.
Justru kata Acep, seharusnya kritik atau pertanyaan warga itu bisa disikapi dengan biasa saja. Aneh jika kritik atau pertanyaan warga berbuah pemecatan. Hal itu akan menambah daftar panjang preseden buruk pemimpin di negeri ini yang anti kritik. Sikap anti kritik menjadi penanda mundurnya demokrasi.
“Faktanya kan, ada seorang guru memberikan kritik lewat komentar, kemudian komentar itu di PIN oleh Gubernur seolah-olah ingin mengajak pengikutnya di media sosial untuk turut melakukan perundungan. Lalu Gubernur mengirimkan pesan kepada akun instagram yayasan, seolah ingin memberikan kode bahwa dia Gubernur dan punya kuasa, yang langsung disikapi oleh yayasan dengan melakukan pemecatan. Hal kaya gini kan enggak sehat untuk demokrasi kita” Tambah Acep.
Terkahir, Acep yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum IMIKI Periode 2010-2011 ini juga berharap kepada Gubernur Jawa Barat untuk tidak anti kritik dan menghindari simbol-simbol kepartaian ketika berkegiatan di lembaga pendidikan untuk meminimalisir pandangan berbeda dari masyarakat.
“Kami berharap kepada pak Gubernur dan seluruh pihak terkait untuk saling memaafkan dan mengakui kesalahannya masing-masing. Dan kang Emil ke depan nya bisa lebih bijaksana dalam menanggapi kritik warga, serta memakai simbol-simbol kepartaian di tempat yang seharusnya” tutup Acep.