Inggit Garnasih, Ibu Para Relawan
(Renungan Bulan Bung Karno, Juni 2023)
Musim ‘relawan’ telah tiba seiring semakin riuhnya kehadiran kandidat Calon Presiden (Capres) yang akan berkompetisi tahun 2024.
Ini adalah babak ketiga kehadiran relawan di arena politik sejak dimulai pada pencalonan Jokowi tahun 2014 yang diawali dengan kegiatan Kongres Relawan Jokowi se-Dunia pada 15 Juni 2013, di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, kemudian berlanjut pada ajang Pemilihan Presiden Tahun 2019.
Menyongsong pemilu 2024, kehadiran relawan politik sudah makin semarak. Bahkan, secara spektakuler muncul jumlah organ relawan sebanyak 1.375 relawan pendukung Ganjar Pranowo. Hal ini disampaikan oleh Kordinator Relawan Ganjar Pranowo Presiden bentukan DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah saat meresmikan Rumah Aspirasi Relawan Ganjar Pranowo Presiden di Menteng, Jakarta pada 1 Juni 2023.
Untuk mengisi spirit kerelawanan dalam ajang pemilu serentak tersebut, tulisan ini ingin mengangkat figur relawan sejati yang dapat menjadi panutan para relawan. Dia adalah Ibu Inggit Garnasih, istri kedua Bung Karno setelah menceraikan Siti Utari, putri HOS Cokroaminoto.
Inggit Garnasih layak ditempatkan sebagai figur panutan para relawan mengingat segenap sikap dan dedikasi beliau semasa mendampingi Bung Karno selama perjuangan kemerdekaan.
Perempuan kelahiran 17 Februari 1888 Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung ini mendampingi Bung Karno selama 19 tahun masa-masa sulit perjuangan.
Ibu Inggit Garnasih adalah penyuplai kebutuhan Bung Karno selama menjalani status tahanan politik dengan berjualan bedak, jamu dan lain-lain, mendampingi Bung Karno saat menjalani pembuangan di Ende dan Bengkulu dan tempat-tempat lain yang sempat dilalui Bung Karno, di masa pembuangan hingga akhirnya Jepang menggantikan pemerintahan Belanda.
Selain mengantarkan makanan ke dalam penjara, Ibu Inggit Garnasih, Sang Ibu Relawan Sejati ini mengambil risiko pula dengan menyelundupkan buku, surat-surat atau informasi dari teman seperjuangan Bung Karno yang berada di luar tahanan.
Si ibu menjalankan aksi spionase sederhana dengan kode-kode tertentu yang bertujuan menyampaikan pesan dan berita dari teman seperjuangan Bung Karno. Ia melayani dengan hikmat rekan seperjuangan Bung Karno yang datang hilir mudik ke rumahnya tak kenal waktu di Jalan Ciateul, Kota Bandung; menyediakan kopi, makanan dan kebutuhan lain sambil menyaksikan mereka berdiskusi dan berdebat saat Bung Karno dan kawan-kawan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI).
Ibu Inggit Garnasih, mungkin tak bisa mengekspresikan dukungan dan kecemasannya terhadap Bung Karno secara verbal dan tulisan, sehingga ia sempat terlupakan dalam sejarah. Namun segenap jiwa dan getaran batinnya menyertai setiap langkah Sang Proklamator dengan diam dan mungkin senyuman getir di saat sulit.
Ia sempat terlupakan, mungkin oleh teman-teman seperjuangan Bung Karno bahkan mungkin oleh Bung Karno sendiri. Namun detak jantung dan pergumulan batinnya tak pernah berhenti menyeru doa untuk keselamatan Sang Pejuang, bahkan setelah ia dipulangkan karena bercerai dengan Bung Karno pada 1942.
Di dalam mobil yang mengantarkannya ke Bandung, menuju rumah haji Anda di Jalan Lengkong Besar, saat melintasi kebun teh di Puncak, ia masih sempat melantunkan doa terbaik dalam hatinya untuk Sang Proklamator: “bagi Koesno, bagi Koesno, semoga ia selamat mencapai cita-citanya, bukankah kebahagiaan rakyat yang diidam-idamkannya?”
Ibu Inggit Garnasih adalah pengasuh sekaligus pendukung gerakan kemerdekaan Bung Karno dan kawan-kawan. Tak sedikit ia berkorban, baik benda, perasaan, lahir maupun batin. Maka saat Asmara Hadi, menantunya mencoba menghiburnya dengan mengatakan ‘negeri kita memerlukan Bapak, bu’, Inggit Sang Relawan Sejati hanya menjawab: “aku paham itu ndol”. Ndol adalah panggilan bu Inggit kepada menantunya itu.
Ia mengakhiri panggilan hidupnya sebagai penghantar Proklamator bersama Rakyat Indonesia ke Pintu Gerbang Kemerdekaan, nyaris tanpa tanda jasa bahkan hampir dilupakan.
Ibu Inggit Garnasih adalah relawan, sejatinya relawan. Ikhlas tak berpamrih. Karena dia adalah pecinta yg tulus, pengasuh yg setia dan pejuang yang tangguh.
Bandung, 12 Juni 2023
Fidel Dapati Giawa
Tokoh Aktivis 98 & Pengacara Rakyat, tinggal di Bandung